Pedoman Penafsiran Alkitab, John H. Hayes & Carl R. Holladay

Dalam kehidupan sehari-hari kita telah melakukan penafsiran, yaitu ketika mendengar atapun membaca sesuatu, kita berusaha unuk mencari tahu maksud dan memahami teks tersebut. Dalam memahami sesuatu yang kita dengar atau baca kita harus mengetahui apa yang melatarbelakangi ada tulisan atau perkataan semacam itu, atau situasi macam apa yang sedang di hadapi, kepada siapa tujuan pembicara atau penulis, dll, karena ketika kita mengetahui hal-hal tersebut kita mampu untuk lebih memahami tulisan atau ucapan dengan perlahan. Mengapa perlahan? Karena dalam setiap bagian bacaan atau ucapan ada hal-hal tertentu yang pastinya menjadi pertanyaan bagi kita, membuat kita ingin menelusurinya sehingga pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah sebagai pengembang informasi.

Kesulitan yang terjadi dalam penafsiran tergantungan pada 2 hal yaitu, pertama seberapa jauh pihak yang membuka komunikasi (pembicara/pengarang,dll) dengan pihak penerima komunikasi (pendengar/pembaca). Jauh yang di maksudkan adalah kesenjangan yang ada di antar kedua belah pihak sehingga menghasilkan kesulitan dalam berkomunikasi atau saling mengerti. Kedua adalah seberapa jauh komunikasi dan bentuknya memuat isi dan bentuk-bentuk ekspresi yang berbeda. Maksudnya adalah dalam penafsiran perlu di perhatikan bentuk dan isi dari apa yang kita baca atau dengar dan atas perbedaan bentuk dan isi maka memerlukan pendekatan yang berbeda juga dalam penafsirannya. 

Ada 7 faktor yang dalam penafsiran yang berlaku pula dalam penafsian Alkitab yaitu
1. Sudut pandang pihak ketiga: teks Alkitab sama sekali tidak di tujukan bagi masyarakat pada masa sekarang, bahkan kita juga tidak berada pada saat teks tersebut di tulis ataupun dalam kelompok dari tujuan penulis teks. Sehingga penafsir sebagai pihak ketiga berusaha untuk memahami teks dengan menempatkan diri sebagai penulis dan penerima.
2. Kesenjangan bahasa: kendala yang timbul adalah kendala bahasa. Bahasa yang di gunakan dalam penulisan teks Alkitab (Ibrani, Yunani) tentu berbeda dengan bahasa penafsir, misalnya kita dengan bahasa Indonesia. Teks dengan bahasa aslinya tentu memiliki struktur, tata bahasa, kosa kata, dll yang khas sehingga penafsir perlu menguasai bahasa yang di gunakan dalam menulis teks untuk mengartikan dan memahami teks. Walaupun teks terjemahan sangat membantu dalam penafsiran, namun arti dan makna terjemahan tersebut tidak sepenuhnya sempurna atau sesuai dengan arti dan makna dari teks aslinya.  
3. Kesenjangan budaya: dalam membaca teks-teks Alkitab kita di perhadapkan dengan kesenjangan budaya yang begitu jauh. Teks bisa saja memuat tentang situasi setempat, struktur social, gagasan khusus yang berkaitan dengan budaya pada saat teks di tulis atau kelompok yang di tuju, atau mungkin kebiasaan-kebiasaan tertentu yang tentu di pahami oleh orang yang memiliki atau berasal dari kebudayaan yang sama, namun menyebabkan kebingungan bagi orang lain dari kebudayaan yang berbeda. 
4. Kesenjangan sejarah:  sejarah sendiri adalah peristiwa yang telah terjadi di masa lampau. Beragam peristiwa juga ada beragam tradisi, sehingga rentang waktu yang panjang antara teks Alkitab dengan masa kini juga menghasilkan tradisi yang berbeda-beda. Tentu sulit untuk di pahami oleh pembaca pada masa kini karena kesenjangan sejarah tersebut. 
5. Dokumen-dokumen kadangkala adalah produk atau hasil dari perkembangan historis dan kolektif: maksudnya adalah dokumen tersebut seringkali bukanlah karya asli dari penulis dan bukan juga dari suatu waktu tertentu. Teks-teks Alkitab juga demikian karena satu teks terkadang memuat bagian-bagian kecil dari tulisan lain, di edit, di tambah-tambahi. 
6. Banyak teks yang berlainan dari dokumen-dokumen yang sama: banyak salinan dari satu teks namun isinya memiliki sejumlah perbedaan, salinan dengan berbagai bahasa, kosa kata yang terbuang, kesalahan ejaan hingga mungkin saja maknanya  juga berbeda. Seperti halnya teks Alkitab yang juga merupakan salinan-salinan yang di buat jauh dari dokumen aslinya di tulis. 
7. Kenyataan bahwa beberapa teks di anggap suci dan berbeda dari karya tulis lainnya: Alkitab sendiri masuk dalam kategori kitab suci 9punya kewibawaan, memiliki posisi tertentu dalam kelompok-kelompok yang mempercayai sebagai kitab suci, di pahami berisi renungan dan pengertian yang lebih benar, ….)

Kritik teks: teks-teks asli seringkali sudah tidak ada atau tidak di temukan, dan yang tertinggal adalah teks-teks salinan dari salinan-salinan, sedangkan kita di tuntut untuk lebih baik menafsir dengan melihat pada teks aslinya sehingga penyelidikan atas teks perlu di lakukan. Teks-teks di kumpulkan, kemudian di kelompokan berdasarkan jenis atau asal-usulnya, kemudian di perhatikan karakteristiknya, karakteristik menghasilkan jenis varian teks bacaan tersebut. Varian teks terjadi akibat kerusakan yang di sengaja (karena berbagai alasan dari penulis seperti perbaikan susunan kata/kalimat, pertimbangan teologis, hingga perubahan untuk mencapai tuisan yag lebih sesuai dengan pendapat atau sesuatu yang berlaku) dan tidak di sengaja (kesalahan penulisan akibat salah mendengar, salah melihat, dll). Tujuan kritik teks adalah menentukan proses penerusan teks dan timbulnya bentuk-bentuk teks yang beragam, menentukan susunan kata yang asli jika dinilai mungkin atau terjangkau, menentukan bentuk dan susunan kata yang terbaik dari teks yang pembaca modern harus pakai. 
Kritik historis: selain persoalan mengenai penyusunan teks, persoalan lain berkaitan dengan konteks historis dari teks, sejarah dan latar belakang teks. Sejarah di dalam teks yaitu hal-hal yang berkaitan dengan sejarah yang teks tersebut tuturkan, sejarah di luar teks yaitu riwayat kemunculan teks. Kritik ini menaruh perhatian pada situasi yang di gambarkan dalam teks dan situasi yang melahirkan teks tersebut (sejarah, kebudayaan, konteks sosiologis, geografi, dsb). 
Kritik tata bahasa: penganalisisan sebuah teks melalui bahasanya. Persoalan ini mencakup bahasa teks (frasa dan perangkaian kata-kata, ketentuan-ketentuan tata bahasa yang berlaku pada waktu tulisan di buat, persoalan-persoalan ketatabahasaan, dll). Sumber penolong yang bisa di gunakan adalah kamus-kamus atau kamus Alkitabiah, esikopledia Alkitab, dan konkordansi Alkitab. setiap kata memiliki arti yang beragam dalam beragam bahasa dalam Alkitab, namun tidak semua kata memiliki arti teologis yang khusus. Banyak gagasan atau konsep teologis yang di ungkapkan dengan berbagai cara, sehingga harus mengetahui dan memahami konteks di mana kata tersebut di gunakan. Pengetahuan bahasa yang baik sangat di perlukan.  
Kritik sastra: Perhatian bidang ini adalah bagaimana suatu bagian tulisan di susun dan hubungannya dengan unit karangan yang lebih luas. Mencakup gaya bahasa, karakter, teknik-teknik penyusunan karangan, pola-pola retorika teks, struktur karangan, karakter teks, teknik gaya bahasa, gambar dan simbol, dll. 
Kritik bentuk: Perhatiannya lebih sempit kepada bentuk teks itu sendiri (beragam bentuk dan jenis sastra telah ada sebelum muncul dalam bentuk yang ada dalam Alkitab) sehingga persoalan mengenai tempat asal bentuk dan jenis sastra tertentu penting untuk di ketahui. Menunjukkan dimensi-dimensi sosiologis yang mendasari masing-masing teks dan memungkinkan kita melihat kehidupan umat dalam hubungannya dengan Tuhan yang di percayai. Meneliti periode lisan yaitu waktu antara kejadian mula-mula peristiwa dalam kehidupan Yesus dan waktu cerita di masukkan ke dalam bentu akhirnya dalam Injil. 
Kritik tradisi: Kebudayaan memiliki tradisi-tradisi dari satu generasi ke generasi berikutnya dan di dalamnya terkandung pemahaman diri, sistem kepercayaan tata karma atau etika tingkah laku. Kritik ini berusaha untuk menyingkapkan tahap-tahap awal perkembangan yang di lewati sebuah teks, dimana teks-teks dalam Alkitab sendiri memiliki pra sejarah yakni telah di ucapkan, di tuliskan, di pelihara dan di teruskan (di kumpulkan, di sunting, di bentuk menjadi teks) pada masa sebelum ada dalam Alkitab.
Kritik redaksi: kritik ini memusatkan perhatian pada bentuk akhir tulisan dan pada perubahan-perubahan yang di alami teks selama proses penyuntingan atau pengeditan.
Kritik struktur: kritik ini berusaha mengetahui bagaimana pembaca memahami suatu teks, bagaimana struktur-struktur pemikiran yang universal menjadikan teks dapat di mengerti oleh pembacanya. 
Kritik kanonik: meneliti bagaimana kitab suci di bentuk oleh kelompok orang percaya menjadi sebuah kanon dan bagaimana teks-teks harus di baca dan di mengerti sebagai bagian dari tulisan suci. Pendekatan ini mengarahkan perhatian pada hubungan teks dnegan pembaca, pembacaannya tergantung pada iman pembaca, menolaj membagi-bagi teks ke dalam bagian yang lebih kecil. Teks menyampaikan kesaksian teologis mengenai iman dan injil. 

Lebih praktisnya dalam menyiapkan penafsiran adalah sebagai berikut:
1. Biarkan pertanyaan muncul ketika membaca teks, yaitu ketika membaca teks kita akan menemukan hal-hal yang bisa kita pertanyakan apalagi ketika membaca lebih dari 1 bacaan terjemahan dan teks aslinya. Maka dari berbagai pertanyaan yang muncul kita akan menyaring dan menyusunnya.
2. Pertanyaan membawa kita kepada metodologi, teknik penafsiran dan pendekatan kritis yang cocok, yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada kita bisa memilahnya dalam beberapa bentuk seperti bagian yang mengarah ke arah sastra, sejarah, dll kemudian kategori-kategori tersebut termasuk dalam pendekatan demikian.
3. Menggunakan sarana yang cocok dengan teknik penafsiran, 
4. Secara timbal balik hubungkan pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban, penafsir berusaha menemukan bagaimana hal-hal tersebut berkaitan. Jawaban dari masalah satu bisa saja berkaitan dengan masalah yang lain, kemudia di cari pemecahannya. 
5. Simpulkan analisis yang telah di lakukan
6. Padukan semua penemuan menjadi suatu tafsiran terpadu atas teks.
Hasil-hasil penafsiran Alkitab bisa merekonstruksi pemikiran kita tentang sejarah dan keadaan purbakala tentang teks-teks Alkitab. Bagi teologi berkewajiban untuk merumuskan iman sinagoge dan gereja bagi setiap generasi baru orang-orang percaya. 

Tanggapan:
Alkitab di terima melalui pembacaan dan perenungan teks-teks Alkitab secara individu, bagi pemeliharaan iman jemaat, sumber inspirasi, memiliki kontribusi dalam pergumulan dengan berbagai isu kemasyarakatan, dll. Nilai moral, sosial, dll dalam teks-teks Alkitab menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai penentuan akan sikap dan tindakan serta sebagai sumber spiritualitas bagi kita dalam menumbuhkembangkan iman dalam kehidupan setiap hari bagi diri sendiri dan sesama kita. Penghayatan akan teks-teks Alkitab membuat kita menyadari bahwa kita menemukan Firman Tuhan dalam bacaan kita.  Maka sebelumnya teks Alkitab perlu di perhatikan bagian-bagian yang membentuknya menjadi satu kesatuan. Terkadang saya merasa sulit ketika harus melakukan sekian langkah-langkah penafsiran yang ada, namun kita perlu menafsirkan teks dengan “kecurigaan” agar dengan cermat mampu menemukan maksud dari teks dan mengaktualisasikan pesan teks tersebut. 

Komentar

Postingan Populer